Will You Be There Karya Guillaume Musso Yang Bikin Saya Sesenggukan

Oke saya akui, kalau menyangkut art seperti buku dan film, saya ini memang orangnya cengeng banget. Perlu dicatat, hal yang menurut orang lain mungkin biasa aja, interpretasi saya bisa lain. Perasaan saya gampang tersentuh (dan saya saat ini lagi gak hanya ngomongin scene sedih, loh). Pernah beberapa kali saya gak ngaku kalau saya nangis karena malu. Habis, saya kadang merasa salah tempat banget, wong saya bisa-bisanya nangis di saat scene lagi nampilin adegan yang manis banget. Gimana gak takut diketawain?

Tapi untuk kali ini, saya merasa oke aja untuk mengaku kalau saya habis sesenggukan saat baca buku Will You Be There karya Guillaume Musso. Saya ini memang 'lemah' banget kalau disuruh menghadapi topik keluarga di dalam sebuah buku.


Will You Be There berkisah tentang seorang dokter bedah ternama di San Fransisco, Elliott Cooper, yang saat ini sudah berumur 60 tahun. Hidup Elliott kebanyakan dihabiskan di rumah sakit, atau kalau tidak ya pasti bersama sahabatnya, Matt, atau putrinya, Angie. Satu-satunya hal yang paling ia harapkan saat ini hanyalah bertemu lagi dengan Ilena, satu-satunya wanita yang ia cintai, yang sayangnya sudah meninggal tiga puluh tahun yang lalu.

Suatu hari, sesuatu yang aneh terjadi. Elliott mendapati dirinya terbangun ke masa-masa tiga puluh tahun lalu dan bertemu dirinya sendiri yang masih muda di sana. Meski awalnya keduanya meragukan keberadaan satu sama lain, pun pada akhirnya mereka percaya bahwa takdir sudah mempertemukan mereka dengan cara yang sedemikian aneh. Namun, Elliott malah dihadapkan dengan pilihan yang sangat berat sekarang. Sanggupkah ia menyelamatkan Ilena, jika taruhannya adalah kehilangan Angie untuk selamanya? Elliott tidak bisa memilih, tapi ternyata takdir menyimpan keputusan lain untuknya.

Setelah melewati beberapa bab awal, saya sempat berpikir seperti ini: betapa kerennya buku ini kalau dijadikan film. Mengambil topik time travel yang dibalut dengan kisah rumit Elliott, saya rasa cerita buku ini menjual banget. Dan antara kaget dan tidak, tebakan saya ternyata benar. Buku ini pernah diadaptasi menjadi sebuah film Korea beberapa tahun yang lalu (kalau kalian penasaran ingin menonton trailernya, kalian bisa mengklik tautan ini).

Beberapa bab pertama Will You Be There terkesan agak lambat, ada banyak detail-detail yang dituangkan untuk menjelaskan latar belakang para tokoh. Tapi, begitu saya sudah mengenal mereka dengan baik dan konflik ceritanya sudah semakin terbentuk, saya gak bisa berhenti baca. Ceritanya terasa mengalir banget. Dan saya suka alur ceritanya yang gak tertebak. Jujur, hal itu berhasil bikin saya sedikit ketar-ketir dan penasaran banget. Saya takut banget Elliott salah pilih keputusan.

Buku ini (hampir semua) diceritkan dari dua sudut pandang: Elliott yang berumur 30 tahun dan Elliott masa kini yang berumur 60. Meski pada dasarnya mereka itu dua pribadi yang sama, saya sebagai pembaca bisa membedakan sifat dan karakter mereka banget. Elliott yang muda lebih terkesan ambisius, sedangkan Elliott yang sekarang terkesan dewasa banget, seperti sudah belajar banyak dari pengalaman-pengalaman masa lalu. Dan saya betul-betul suka cara mereka berdua berinteraksi. Menurut saya, memang seperti itulah seharusnya kalau satu orang yang sama dari dua periode bertemu: karakter mereka pasti sedikit berbeda mengingat perbedaan masa yang cukup jauh. Saya rasa untuk bagian ini, penulis berhasil menggambarkannya dengan sangat baik.

Secara keseluruhan, karakter-karakter di buku ini hampir semua saya suka. Penokohan mereka pun sudah sangat kuat. Dengan backstory yang diselipkan sedikit demi sedikit, saya jadi merasa 'kenal' banget dengan setiap dari mereka. Elliott, baik yang muda dan yang tua, berhasil bikin saya tersentuh dengan kisah masa lalunya. Setiap keputusan yang harus mereka ambil (terkait perjalanan waktu Elliott) menurut saya berat tapi feelnya dapet banget. Dengan alur yang cukup cepat dan gaya bertutur yang to the point, buku ini berhasil bikin saya emosional dan nangis cukup lama. Kesimpulannya: bagus. Saya awalnya gak mau berekspektasi terlalu tinggi soal konsekuensi yang harus dihadapi Elliott, jadi jujur aja, saya sama sekali gak nyangka kalau twistnya bakal seperti ini.

Dan saya suka.

Di sisi lain, saya juga puas banget dengan kisah karakter Matt, sahabat terdekat Elliott. Menurut saya, karakter Matt ini sudah tergali banget, dan kisahnya pun cukup gak tertebak. Saya pribadi sih jujur suka banget dengan bagaimana penulis mengembangkan porsi Matt, dan bagaimana konsekuensi yang secara gak sadar harus ia hadapi karena keputusan Elliott.

Ending yang ditawarkan di buku ini pun menurut saya cukup oke. Meskipun sebetulnya, yang bikin saya masih gak bisa move on itu justru twist-twist kecil yang tersebar di sepanjang cerita. Serius deh, saya masih gak nyangka kalau alur yang terbilang cukup cepat ini berhasil bikin saya mewek. Feelnya itu loh, dapet banget. Secara keseluruhan, ide cerita dari Will You Be There ini sendiri memang pantas untuk dikasih applause. Premisnya menarik dan eksekusinya pun sudah oke.

Tapi, ada satu pertanyaan yang masih bikin saya sedikit bertanya-tanya. Tolong lompati bagian ini kalau kalian belum baca bukunya: kenapa Elliott gak menyuruh dirinya yang masih muda untuk berhenti merokok? Saya jujur aja sih agak bingung dengan hal itu. Secara, dia kan sudah bulak-balik beberapa kali dan tahu apa yang ia lakukan dulu akan berpengaruh pada masa sekarang. Tapi ya, tentang ending yang ditawarkan buku ini, saya pun sebenarnya gak masalah. Menurut saya itu alternatif yang sangat bagus. Saya cuma bingung aja haha.


Overall, saya sangat menikmati Will You Be There ini. Dengan bahasa terjemahan yang mengalir dan enak dibaca, saya jadi gak kesulitan untuk memahami sedikit background kedokteran yang dituangkan di buku ini. Kalau kalian ingin membaca buku tentang perjalanan waktu yang dikemas dalam cerita yang cukup emosional (setidaknya, menurut standar saya ya, hehe), buku ini boleh banget dicoba.

Actual rating: 4.5★